Thursday, October 17, 2013

Terbukti, Penyembelihan Tidak Menyakiti Hewan

Penyembelihan hewan dengan cara Islami terlihat penuh darah dan mengerikan. Beberapa mengatakan cara seperti ini tidak manusiawi dan sadis. Tapi penelitian membuktikan, cara membunuh seperti ini justru yang paling baik untuk hewan.
Dalam laporan hasil penelitian yang dilansir Islamweb.net seperti dikutip VIVAnews, disebutkan hewan tidak merasakan rasa sakit saat disembelih. Ketika urat nadi yang terletak di bagian depan tenggorokan digorok, hewan akan segera kehilangan kesadaran, sehingga tidak mungkin merasakan sakit.
Soal gerakan kejang-kejang yang umumnya terjadi saat hewan disembelih, menurut studi, bukan wujud rasa sakit. Dijelaskan, saat pembuluh darah putus, otak tidak lagi menerima aliran darah, tapi otak besar masih tetap hidup, sistem saraf di belakang leher juga masih terkait dengan semua sistem tubuh.
Akibatnya, sistem saraf mengirimkan sinyal ke jantung, otot, usus dan seluruh sel tubuh untuk mengirim darah ke otak besar. Pengiriman darah ke otak besar inilah yang membuat pergerakan sporadis saat hewan disembelih.
Darah yang mengalir ke otak besar ke luar melalui lubang sembelihan di leher. Hewan mati ketika darahnya habis. Seluruh rasa sakit tidak dirasakan lagi, karena hewan hilang kesadaran ketika urat nadinya putus.
Berbeda dengan mematikan hewan dengan cara lain, misalnya dipukul atau dicekik. Saat dicekik hewan bisa mengalami kesakitan akibat pusing yang hebat karena darah tidak bisa mencapai otak.
Jika dipukul, hewan mati dengan darah masih dalam tubuh. Hal ini menyebabkan membran yang melapisi usus besar kehilangan kemampuan mempertahankan bakteri. Dengan demikian, bakteri menembus tubuh hewan, berkembang dalam darah dan menyebar ke seluruh daging.
Pengukuran Ilmiah
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Profesor Wilhelm Schulze dan rekannya, Dr Hazem, dari Universitas Hanover, Jerman, pada 1978. Dipublikasikan pada jurnal mingguan kedokteran hewan Deutsche Tieraerztliche Wochenschrift, penelitian ini membuktikan bahwa metode penyembelihan lebih aman dibanding pemukulan atau cara jagal lainnya.
Dua peneliti itu menggunakan alat electroencephalograph (EEG) dan elektrokardiogram (EKG) untuk menguji dua metode penjagalan hewan. Caranya dengan menanamkan beberapa elektroda di berbagai tengkorak hewan bahkan sampai ke permukaan otak.
Sepanjang uji coba dua alat itu merekam kondisi otak dan jantung pada dua metode itu. Hasilnya, untuk metode penyembelihan, tiga detik setelah disembelih, EEG tidak menunjukkan perubahan grafik dari saat sebelum disembelih. Ini menunjukkan hewan tidak merasakan sakit selama saat itu.
Lantas, tiga detik berikutnya, EEG mencatat hewan dalam kondisi tak sadarkan diri akibat darah yang terkuras.
Setelah enam detik, EEG mencatat level nol, penanda hewan tidak merasakan sakit apapun. Sementara EEG turun ke level nol, jantung hewan masih berdebar dan tubuh kejang-kejang bersamaan darah terkuras.
Karena darah terkuras, bakteri tak bisa berkembang dalam tubuh hewan. Maka menurut pengukuran ini, hewan dengan metode penyembelihan sangat sehat untuk dikonsumsi.
Bagaimana dengan pengukuran metode barat?
Dengan pemukulan, memang hewan jadi tak sadar. Namun pengukuran EEG menunjukkan hewan mengalami sakit parah, jantung hewan berhenti berdetak lebih awal dibandingkan hewan dengan metode penyembelihan. Kondisi ini mengakibatkan pengendapan darah dalam daging, konsekuensinya tidak sehat bagi konsumen.

Sunday, October 6, 2013

Prof David Keldani, Pendeta yang Menemukan Kebenaran Islam

“Saya tidak bisa menghubungkan sebab-sebab saya memeluk Islam, kecuali kepada petunjuk Allah RabbulAlamin. Tanpa petunjuk Allah, segala pelajaran atau ilmu, pembahasan dan lain-lain usaha untuk menemukan kepercayaan yang lurus ini bahkan mungkin menyebabkan orang tersesat,” ujar Prof Abdul-Ahad Dawud B.D, bekas Pendeta Tinggi di David Bangamni Keldani, Iran.

Pendeta David Benjamin Keldani,B.D, merupakan namanya sebelum berislam. Ia merupakan seorang imam katolik Roma dari sekte Uniate - Chaldean. Ia dilahirkan pada tahun 1867 di Persia dan tumbuh besar disana. Sejak kecil, ia telah dididik untuk disiapkan menjadi pendeta. David bahkan di kirim ke Roma untuk mempelajari teologi dan filsafat.

David menjadi pendeta yang aktif. Ia menghasilkan banyak karya keagamaan. Ia bahkan seringkali menulis tentang gereja di berbagai media. Prestasinya sebagai pendeta pun sangat gemilang. David bahkan pernah diutus oleh dua Uskup Agung Uniate-Chaldean Urmia dan Salinas untuk mewakili Katolik Timur pada Kongres di Perancis.

Namun di usia tuanya, ia mengalami gejolak batin. Bermula ketika terjadi perselisihan antarsekte agama yang ia anut. Ia bahkan menemukan perselisihan berdarah. Maka pertanyaan besar pun berkecamuk dalam pikirannya. Ia bertanya-tanya mengenai ragam dan warnanya agama yang ia anut. Keberagaman tersebut membuatnya mempertanyakan keauntetikan kitab suci bahkan Tuhannya.

Maka di musim panas tahun 1900, saat ia menikmati pensiun di sebuah vila di Digala, David memulai jalan hidayahnya. Ia membaca ulang kitabnya, kemudian bermeditasi. Ia mencari jawaban segala pertanyaannya.

Hingga kemudian saat pindah ke Belgia, ia bergabung kembali dengan komunitas Unitarian. David bersama komunitas pun berkunjung ke Istanbul. Disana ia bertemu ulama bernama Jemaluddin Effendi. Setelah banyak berbincang dengan sang ulama, David mendapatkan hidayahnya. Ia menemukan kebenaran di dalam Islam. David pun memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi Abdul-Ahad Dawud.

Islam sebagai Way of Life

David merasa hidayah yang didapatkan begitu berharga. Ia bahkan tak habis pikir mengapa hatinya condong pada Islam. Mengingat sejak kecil ia telah dididik menjadi pendeta. Jika ditanya sebabnya memilih Islam, maka ia benar-benar merasakan mendapat petunjuk dari Allah. David merasa sangat beruntung mendapat petunjuk Allah.

Setelah berislam, David pun menjadi muslim yang taat. Ia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Ia bahkan merasakan ketenangan dan kedamaian setelah berislam. Semua yang diajarkan Islam, ia terapkan dalam hidup. Di sisa-sisa usianya, ia menjadikan Islam sebagai cara hidupnya.

“Dan seketika saya percaya atas ke-Esaan Allah, jadilah Rasulnya, Muhammad SAW itu akhlak dan cara hidup saya,” ujar David bersyukur.

sumber : republika

Thursday, September 12, 2013

Keajaiban Zamzam di Mata Ilmuwan





Seorang ilmuwan terkenal Jepang, Dr Masasro Imoto, pernah berkata, "Air zamzam memiliki beberapa keistimewan yang tidak tertandingi oleh air biasa." 

Merujuk pada sejumlah kajian ilmiahnya terhadap air zamzam dengan teknik nano, ternyata hal itu tidak mampu mengubah karakteristiknya sedikit pun. Apabila setetes air zamzam dicampur ke dalam 1000 tetes air biasa, maka air tersebut akanmemiliki berbagai keistimewaan air zamzam.
Ketua Lembaga Hado untuk riset ilmiah di Tokyo ini, mengatana, dia telah melakukan beberapa kali eksperimen dan penelitian terhadap air zamzam yang didapatnya dari orang berkebangsaan arab. Secara singkat, dia mengatakan, air zamzam adalah air yang diberkahi, tidak ada duanya.
Menurutnya, tidak ada satu pun jenis air yang menyerupai butiran-butiran kristalnya. Seluruh laboratorium yang ada tidak mampu untuk mengubah karakternya.
Harian Ukaz pun mengutip pernyataan ilmuwan Jepang yang merupakan pencetus teori kristialisasi molekul air. Teori ini alah dianggap sebagai lompatan ilmu pengeatahuan yang tidak tertandingi. Ajaibnya, bacaan basmalah yang ada di dalam Alquran pun dan biasa dibaca kaum Muslimin sebelum makan dan minum, ternyata memiliki pengaruh terhadap kristal-kristal air.
Air yang dibacakan basmalah menciptakan pengaruh yang mengagumkan. Dia membentuk kristal-kristal air dalam formasi yang sangat indah. Ketika air tersebut diperdengarkan bacaan Alquran, maka terbentuklah kristal air yang memiliki desain figuratif  sangat bening dan jernih.
Dekan Fakultas Darul Hikmah, Dr. Sahir al Quraisyi menyatakan, Imoto merupakan pencetus teori kristalisasi molekul air yang meneliti berbagai pengaruh eksternal air, baik dari penglihatan maupun pendengarannya.
Sumur zamzam yang tak pernah kering pun disebutkan, memiliki komposisi garam dan mineral yang tetap stabil. Tidak ada sekalipun orang yang mengeluh sakit atau terganggu kesehatannya karena minum air zamzam.
Jika pada sumur-sumur biasa terjadi pertumbuhan organisme seperti hewan (bakteri) atau tumbuhan (lumut) didalamnya sehingga air tak bisa dikonsumsi, maka pada sumur zamzam tak ditemukan keberadaan organisme apapun.

sumber:republika

Wednesday, January 30, 2013

Sejarah Peringatan Maulid Nabi SAW

Menurut sejarah ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya tradisi Maulid.
Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah.
Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi (w. 902 H), walau dia tidak mencantumkan dengan jelas tentang siapa yang memprakarsai peringatan Maulid saat itu.
Kedua, Maulid diadakan oleh khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun 630 H yang mengadakan acara Maulid besar-besaran.
Saat itu, Mudhaffar sedang berpikir tentang cara bagaimana negerinya bisa selamat dari kekejaman Temujin yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227 M.) dari Mongol.
Jengiz Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi menguasai dunia.
Untuk menghadapi ancaman Jengiz Khan itu Mudhaffar mengadakan acara Maulid.
Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam.
Dalam acara Maulid itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan.
Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas. Kemudian, dalam acara itu Mudhaffar mengundang para orator untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin.
Hasilnya, semangat heroisme Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng kokoh Islam.
Sejatinya, dua pendapat di atas sama-sama benar.
Alasannya, karena peringatan Maulid tidak pernah ada sebelum abad ketiga dan diadakan pertama kali oleh Mu’iz li Dinillah, dan ini hanya bertempat di Kairo dan masih belum tercium ke lain daerah.
Sedangkan Mudhaffar adalah orang pertama yang memperingati Maulid di Irbil, yang dari Mudhaffar inilah peringatan Maulid mendunia.
MAULID DAN JIHAD
Pada masa Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Perang salib I digelorakan oleh Paus Urban II.
Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.
Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara.
Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun.
Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada.
Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha.
Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju.
Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.
Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif.
Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali.
Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
MAULID SEBAGAI SEBUAH BID’AH
Hal baru yang tidak ada di masa para pendahulu (salaf salih) tidak bisa diklaim sebagai bid’ah sesat secara keseluruhan.
Bila sedemikian, maka banyak sekali tradisi-tradisi —yang memiliki tendensi hukum syara sebab dicakup oleh kaidah universal— diklaim sebagai bid’ah sesat.
Tentang bid’ah, Imam Syafi’i, Izzuddin bin Abdissalam, Imam Nawawi dan banyak imam lain mengatakan bahwa bid’ah diklasifikasi menjadi lima.
Ada wajibah, mandubah, makruhah, mubahah dan muharrmah. Termasuk tradisi peringatan Maulid.
Ulama sepakat bahwa tradisi Maulid bukan sunnah.
Bahkan, bila ada yang meyakini bahwa tradisi Maulid harus diadakan pada hari-hari tertentu maka dia telah berbuat bid’ah (ibtida’) yang keji dalam agama.
Demikian ini telah ditegaskan Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki.
Menurutnya, tradisi Maulid adalah bid’ah yang hasanah (mandubah). Dia mengatakan, tradisi Maulid dinilai bid’ah dilihat dari sisi berkumpul bersama-sama dan dinilai hasanah karena memiliki tendensi-tendensi hukum syara dalam entri-entri kegiatan di dalamnya.
Di dalam peringatan Maulid terdapat dzikir, shalawat, memuliakan Nabi dan sedekah, yang kesemuanya dianjurkan oleh syara.
Pendapat lain juga dijelaskan oleh Abu Bakar Sayyid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha al-Dimyathi.
Dia mengutip banyak pendapat yang sepakat atas hukum bid’ah hasanahnya memperingati Maulid, diantaranya, pendapat Imam Suyuthi, Imam as-Subki, Ahmad bin Zaini Dahlan dan Imam Abu Syamah.Abu Syamah mengatakan memperingati Maulid adalah paling baiknya bid’ah.
Perayaan Maulid itu, di samping juga sebagai momen bersedekah, sebagai bukti akan kebahagiaan dan kecintaan Muslimin kepada Nabi Muhammad saw.
Untuk hal ini, ada baiknya dikutip pendapat Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah mengatakan Muslimin yang memperingati Maulid atas niat yang tulus dan atas dasar cinta kepada Nabi Muhammad saw, maka akan mendapat pahala, bukan atas bid’ahnya.
Oleh karena itu, pada saat yang sama Ibnu Taimiyah memberikan solusi agar bid’ah yang terjadi dalam peringatan Maulid diganti dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan syara.
Jadinya, peringatan Maulid akan mendapatkan pahala penuh.
MAULID SEBAGAI MEDIA DAKWAH
Di era ini Muslimin berada dalam hegemoni Barat dan cenderung menjadi bulan-bulanan.
Tidak jarang Muslimin saat ini menangkap informasi tidak berimbang dan selalu menguntungkan Barat.
Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejarah Barat adalah sejarah kebohongan yang ditampilkan dalam frame yang begitu sistematis.
Pada keterjebakan posisi ini Muslimin mendambakan kembalinya kejayaan Islam pada abad-abad terdahulu dan Muslimin tahu bahwa kekalahan Muslimin berada pada titik kurangnya konsolidasi antar-negara Islam dunia.
Pertanyaan, di mana kiprah OKI (Organisasi Konfrensi Islam) selaku organisasi persatuan Islam dunia, sering muncul namun tidak pernah mendapat jawaban riil.
Artinya, momen-momen show of force (unjuk kekuatan), seperti peringatan Maulid dan perayaan besar lainnya, sudah sepantasnya tidak dibiarkan berlalu begitu saja.
Momen-momen besar Islam seperti itu sangat berpotensi dan efektif untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin, bukan hanya pada taraf nasional tapi internasional.
Bahkan, kesempatan ini dinilai sebagai target utama diperingatinya hari kelahiran Nabi Muhammad ini.
Bila kembali pada sejarah, di atas sudah dijelaskan bahwa peringatan Maulid awal mulanya diadakan sebagai langkah untuk menyalakan api semangat dalam tubuh Muslimin ketika berhadapan dengan ancaman asing.
Padahal, untuk masa ini Muslimin lebih berkepentingan untuk menyalakan kembali semangat Islam.
Karena kondisi masa yang sedemikian ruwet, dan ditambah dengan keterjebakan Muslimin di bawah hegemoni asing, sudah saatnya peringatan Maulid tidak dilihat dari sisi bid’ah hasanah-nya, sebab sisi ini telah disepakati memiliki ekses yang positif bagi Muslimin.
Tapi dipandang dari sisi sebagai momen konfederasi-konsolidasi Muslimin tingkat internasional demi ‘izzul Islam wal muslimin.