Penyembelihan hewan dengan cara Islami terlihat penuh darah dan
mengerikan. Beberapa mengatakan cara seperti ini tidak manusiawi dan
sadis. Tapi penelitian membuktikan, cara membunuh seperti ini justru
yang paling baik untuk hewan.
Dalam laporan hasil penelitian yang dilansir Islamweb.net seperti dikutip VIVAnews,
disebutkan hewan tidak merasakan rasa sakit saat disembelih. Ketika
urat nadi yang terletak di bagian depan tenggorokan digorok, hewan akan
segera kehilangan kesadaran, sehingga tidak mungkin merasakan sakit.
Soal gerakan kejang-kejang yang umumnya terjadi saat hewan
disembelih, menurut studi, bukan wujud rasa sakit. Dijelaskan, saat
pembuluh darah putus, otak tidak lagi menerima aliran darah, tapi otak
besar masih tetap hidup, sistem saraf di belakang leher juga masih
terkait dengan semua sistem tubuh.
Akibatnya, sistem saraf mengirimkan sinyal ke jantung, otot, usus dan
seluruh sel tubuh untuk mengirim darah ke otak besar. Pengiriman darah
ke otak besar inilah yang membuat pergerakan sporadis saat hewan
disembelih.
Darah yang mengalir ke otak besar ke luar melalui lubang sembelihan
di leher. Hewan mati ketika darahnya habis. Seluruh rasa sakit tidak
dirasakan lagi, karena hewan hilang kesadaran ketika urat nadinya putus.
Berbeda dengan mematikan hewan dengan cara lain, misalnya dipukul
atau dicekik. Saat dicekik hewan bisa mengalami kesakitan akibat pusing
yang hebat karena darah tidak bisa mencapai otak.
Jika dipukul, hewan mati dengan darah masih dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan membran yang melapisi usus besar kehilangan kemampuan
mempertahankan bakteri. Dengan demikian, bakteri menembus tubuh hewan,
berkembang dalam darah dan menyebar ke seluruh daging.
Pengukuran Ilmiah
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Profesor Wilhelm Schulze dan
rekannya, Dr Hazem, dari Universitas Hanover, Jerman, pada 1978.
Dipublikasikan pada jurnal mingguan kedokteran hewan Deutsche
Tieraerztliche Wochenschrift, penelitian ini membuktikan bahwa metode
penyembelihan lebih aman dibanding pemukulan atau cara jagal lainnya.
Dua peneliti itu menggunakan alat electroencephalograph (EEG) dan
elektrokardiogram (EKG) untuk menguji dua metode penjagalan hewan.
Caranya dengan menanamkan beberapa elektroda di berbagai tengkorak hewan
bahkan sampai ke permukaan otak.
Sepanjang uji coba dua alat itu merekam kondisi otak dan jantung pada
dua metode itu. Hasilnya, untuk metode penyembelihan, tiga detik
setelah disembelih, EEG tidak menunjukkan perubahan grafik dari saat
sebelum disembelih. Ini menunjukkan hewan tidak merasakan sakit selama
saat itu.
Lantas, tiga detik berikutnya, EEG mencatat hewan dalam kondisi tak sadarkan diri akibat darah yang terkuras.
Setelah enam detik, EEG mencatat level nol, penanda hewan tidak
merasakan sakit apapun. Sementara EEG turun ke level nol, jantung hewan
masih berdebar dan tubuh kejang-kejang bersamaan darah terkuras.
Karena darah terkuras, bakteri tak bisa berkembang dalam tubuh hewan.
Maka menurut pengukuran ini, hewan dengan metode penyembelihan sangat
sehat untuk dikonsumsi.
Bagaimana dengan pengukuran metode barat?
Dengan pemukulan, memang hewan jadi tak sadar. Namun pengukuran EEG
menunjukkan hewan mengalami sakit parah, jantung hewan berhenti berdetak
lebih awal dibandingkan hewan dengan metode penyembelihan. Kondisi ini
mengakibatkan pengendapan darah dalam daging, konsekuensinya tidak sehat
bagi konsumen.
Thursday, October 17, 2013
Sunday, October 6, 2013
Prof David Keldani, Pendeta yang Menemukan Kebenaran Islam
“Saya tidak bisa menghubungkan sebab-sebab saya memeluk Islam, kecuali
kepada petunjuk Allah RabbulAlamin. Tanpa petunjuk Allah, segala
pelajaran atau ilmu, pembahasan dan lain-lain usaha untuk menemukan
kepercayaan yang lurus ini bahkan mungkin menyebabkan orang tersesat,”
ujar Prof Abdul-Ahad Dawud B.D, bekas Pendeta Tinggi di David Bangamni
Keldani, Iran.
Pendeta David Benjamin Keldani,B.D, merupakan namanya sebelum berislam. Ia merupakan seorang imam katolik Roma dari sekte Uniate - Chaldean. Ia dilahirkan pada tahun 1867 di Persia dan tumbuh besar disana. Sejak kecil, ia telah dididik untuk disiapkan menjadi pendeta. David bahkan di kirim ke Roma untuk mempelajari teologi dan filsafat.
David menjadi pendeta yang aktif. Ia menghasilkan banyak karya keagamaan. Ia bahkan seringkali menulis tentang gereja di berbagai media. Prestasinya sebagai pendeta pun sangat gemilang. David bahkan pernah diutus oleh dua Uskup Agung Uniate-Chaldean Urmia dan Salinas untuk mewakili Katolik Timur pada Kongres di Perancis.
Namun di usia tuanya, ia mengalami gejolak batin. Bermula ketika terjadi perselisihan antarsekte agama yang ia anut. Ia bahkan menemukan perselisihan berdarah. Maka pertanyaan besar pun berkecamuk dalam pikirannya. Ia bertanya-tanya mengenai ragam dan warnanya agama yang ia anut. Keberagaman tersebut membuatnya mempertanyakan keauntetikan kitab suci bahkan Tuhannya.
Maka di musim panas tahun 1900, saat ia menikmati pensiun di sebuah vila di Digala, David memulai jalan hidayahnya. Ia membaca ulang kitabnya, kemudian bermeditasi. Ia mencari jawaban segala pertanyaannya.
Hingga kemudian saat pindah ke Belgia, ia bergabung kembali dengan komunitas Unitarian. David bersama komunitas pun berkunjung ke Istanbul. Disana ia bertemu ulama bernama Jemaluddin Effendi. Setelah banyak berbincang dengan sang ulama, David mendapatkan hidayahnya. Ia menemukan kebenaran di dalam Islam. David pun memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi Abdul-Ahad Dawud.
Islam sebagai Way of Life
David merasa hidayah yang didapatkan begitu berharga. Ia bahkan tak habis pikir mengapa hatinya condong pada Islam. Mengingat sejak kecil ia telah dididik menjadi pendeta. Jika ditanya sebabnya memilih Islam, maka ia benar-benar merasakan mendapat petunjuk dari Allah. David merasa sangat beruntung mendapat petunjuk Allah.
Setelah berislam, David pun menjadi muslim yang taat. Ia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Ia bahkan merasakan ketenangan dan kedamaian setelah berislam. Semua yang diajarkan Islam, ia terapkan dalam hidup. Di sisa-sisa usianya, ia menjadikan Islam sebagai cara hidupnya.
“Dan seketika saya percaya atas ke-Esaan Allah, jadilah Rasulnya, Muhammad SAW itu akhlak dan cara hidup saya,” ujar David bersyukur.
sumber : republika
Pendeta David Benjamin Keldani,B.D, merupakan namanya sebelum berislam. Ia merupakan seorang imam katolik Roma dari sekte Uniate - Chaldean. Ia dilahirkan pada tahun 1867 di Persia dan tumbuh besar disana. Sejak kecil, ia telah dididik untuk disiapkan menjadi pendeta. David bahkan di kirim ke Roma untuk mempelajari teologi dan filsafat.
David menjadi pendeta yang aktif. Ia menghasilkan banyak karya keagamaan. Ia bahkan seringkali menulis tentang gereja di berbagai media. Prestasinya sebagai pendeta pun sangat gemilang. David bahkan pernah diutus oleh dua Uskup Agung Uniate-Chaldean Urmia dan Salinas untuk mewakili Katolik Timur pada Kongres di Perancis.
Namun di usia tuanya, ia mengalami gejolak batin. Bermula ketika terjadi perselisihan antarsekte agama yang ia anut. Ia bahkan menemukan perselisihan berdarah. Maka pertanyaan besar pun berkecamuk dalam pikirannya. Ia bertanya-tanya mengenai ragam dan warnanya agama yang ia anut. Keberagaman tersebut membuatnya mempertanyakan keauntetikan kitab suci bahkan Tuhannya.
Maka di musim panas tahun 1900, saat ia menikmati pensiun di sebuah vila di Digala, David memulai jalan hidayahnya. Ia membaca ulang kitabnya, kemudian bermeditasi. Ia mencari jawaban segala pertanyaannya.
Hingga kemudian saat pindah ke Belgia, ia bergabung kembali dengan komunitas Unitarian. David bersama komunitas pun berkunjung ke Istanbul. Disana ia bertemu ulama bernama Jemaluddin Effendi. Setelah banyak berbincang dengan sang ulama, David mendapatkan hidayahnya. Ia menemukan kebenaran di dalam Islam. David pun memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi Abdul-Ahad Dawud.
Islam sebagai Way of Life
David merasa hidayah yang didapatkan begitu berharga. Ia bahkan tak habis pikir mengapa hatinya condong pada Islam. Mengingat sejak kecil ia telah dididik menjadi pendeta. Jika ditanya sebabnya memilih Islam, maka ia benar-benar merasakan mendapat petunjuk dari Allah. David merasa sangat beruntung mendapat petunjuk Allah.
Setelah berislam, David pun menjadi muslim yang taat. Ia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Ia bahkan merasakan ketenangan dan kedamaian setelah berislam. Semua yang diajarkan Islam, ia terapkan dalam hidup. Di sisa-sisa usianya, ia menjadikan Islam sebagai cara hidupnya.
“Dan seketika saya percaya atas ke-Esaan Allah, jadilah Rasulnya, Muhammad SAW itu akhlak dan cara hidup saya,” ujar David bersyukur.
sumber : republika
Subscribe to:
Posts (Atom)